Lombok, a Short Escape

Iseng cari tempat jalan dan nemu tiket PP Bandung Lombok (cukup) murah di akhir tahun 2017; yoookk!

Niatnya cuma minta izin buat jalan, ternyata dapetnya plus plus, Bapak dan Ibu minta ikut.
Untuk jalan kali ini kami nggak dapat tek-tok jadwal yang cukup ok, sehingga win-winnya adalah ke Lombok cukup 2 hari aja. Demi kebaikan semesta dan daripada nggak jadi jalan, yowes aku manut.

Lombok dalam 2 Hari 2 Malam (2D2N)
Itinerary sengaja disusun agak ugal-ugalan. Karena cuma 2 hari di Lombok, saya berusaha maksimalin tempat untuk didatengin. Gili ke Kuta Lombok itu jauh, tapi mumpung ke Lombok, biar at least dapet banyak tempat, itinerary saya susun begini:

Day 1: Dec, 25th 2017
Day 2: Dec, 26th 2017
Day 3: Dec, 27th 2017
1.    Flight malam Bandung – Lombok
2.    Inap semalam di Senggigi
1.  Keluar jam 8 pagi dari penginapan, sekaligus check out
2.  Stop over di Villa Hantu Setangi di pinggir Jl. Raya Senggigi
3.  Tour & snorkelling di Gili
4.  Sunset di Bukit Malimbu
5.  Belanja di Sasaku Senggigi
6.  Inap semalam di Kuta Lombok
1.     Sunrise di Tanjung Aan
2.     Bukit Merese
3.     Pantai Seger
4.     Pantai Kuta
5.     Desa Sasak Sade
6.     Belanja di Sasaku Mataram
7.     Flight sore Lombok - Bandung


Dengan pertimbangan ke-BM-an yang cukup peer, waktu jalan yang sangat mepet, dan bawa orang tua, saya tawarin opsi untuk pakai jasa tour agent. Pertimbangan saya, selain supaya hemat waktu, karena jalan kemanapun nggak perlu pake nyasar, juga supaya lebih mudah buat orang tua saya; nggak perlu bikin mereka repot karena pindah transport, nggak perlu tanya sana sini, dan sebagainya.
Sesuai dugaan, Bapak prefer pakai tour agent dibanding jalan dengan usaha sendiri kayak yang saya biasa lakuin. Syukurlah ada private trip yang kurang lebih itinerarynya sama dengan itinerary yang sudah duluan saya susun.

Day 1, Dec 25th 2017
The Semeton Homestay Senggigi
Karena rencana jalan hari pertama adalah tour di Gili, saya pilih penginapan di daerah Senggigi. Juga, daerah Senggigi dipilih supaya besok pagi kita bisa sekalian liat pemandangan bagus di sepanjang perjalanan menuju Pelabuhan Teluk Nare.

Sampai di penginapan malam itu kami disambut sama Mr. Oka, owner dari The Semeton Homestay Senggigi, yang belakangan kami panggil Om Oka. Untuk inap malam itu kami sengaja pilih homestay yang budgetnya nggak mahal karena hanya buat tidur beberapa jam aja; orang nggak mau rugi.

Kenapa The Semeton?
Saya cukup picky dalam pilih penginapan, terutama di daerah dekat pantai. Ya sih, pengalaman, senggak enak apapun bakal mengajarkanmu sesuatu. Waktu lalu pernah ambil penginapan di Labuan Bajo hanya dengan pertimbangan harga dan gambar kamar. Hasilnya adalah saya mandi dan keramas, karena airnya udah terlanjur kena rambut, pake air asin. Dan lap badan setelah mandi diganti pake tissue karena handuk yang dibawa terlalu berharga kalo kecampur air asin.
Jadi, sekarang kalo mau booking hotel/penginapan di daerah pantai beneran rajin bacain review minusnya, khususnya terkait sama air.

Yang bikin penasaran sama The Semeton adalah ratingnya yang luar biasa. Padahal nggak berbintang, harganya tergolong murah, dan fasilitasnya xoxo. Jadi setelah ditelusur via review di booking.com, yang bikin luar biasa adalah pemiliknya. Dan beneran aja, di hari pertama kami dateng, yang tadinya hanya niat untuk urus administrasi, bablas ngobrol sampe jam 3 pagi sama Om Oka. Warbiyasaaakk!

Di sepanjang obrolan, Om Oka kasih banyak info seputar tempat jalan di Lombok, termasuk harga akomodasi paling jujur, tempat oleh-oleh, makanan-makanan enak, dan beberapa spot bagus lainnya. Ada beberapa highlight tempat di Lombok Timur yang disebut Om Oka bagus banget, kayak Pink Beach, Tanjung Ringgit, Gili Kapal, dan banyaaak! Next time boleh dicoba.

Day 2, Dec 26th 2017
Gili Tour
Pagi itu kami dijemput sama guide kira-kira jam 8 pagi untuk Gili tour.
Jadi, apakah Gili sebenarnya? Gili adalah 3 pulau kecil yang isinya berbagai resort dan punya spot-spot untuk snorkeling.
Untuk ke Gili, kami naik boat dari Pelabuhan Teluk Nare.


Sejauh yang saya tau, Pelabuhan Teluk Nare saat ini masih dikhususkan untuk kapal/boat charter, sedangkan untuk public boat menuju Gili, naiknya dari pelabuhan Bangsal.

Gili Air
Spot pertama adalah Gili Air. Waktu perjalanan boat dari Teluk Nare sampai spot snorkeling di Gili Air kira-kira 20 - 25 menit.


Kadang, kamu boleh seneng tapi nggak banyak-banyak.
Pas lagi girang-girangnya liat ikan ngumpul di bawah air, saya langsung teriakin Ihan yang kebetulan lagi di atas boat biar sekalian ambil action camera.
Ihan: “Mbak, batrenya abis.”
Eeeeerrrggghhhh~~~

Disaat saya naik ke atas kapal setelah snorkeling, disitulah saya mulai ngerasa ada yang nggak beres sama badan. Untuk permata kalinya dalam seumur hidup, saya mabuk laut. Dan saya cuma pasrah untuk di bully.

Gini ya, ini pembelajaran, bukan pembelaan.
Karena kita bukan robot, karena perut kita butuh sesuatu yang proper untuk dikonsumsi, dan badan kita bukan McD yang buka 24 jam.
Satu hari sebelum ke Lombok, saya hanya makan mie bakso, sekali dalam satu hari. Sampai di Lombok begadang sampai jam 3 pagi dan harus sudah bangun di waktu subuh. Sarapan nggak ketemu nasi trus langsung dihajar pake Pop Mie sesaat sebelum boat berangkat.
Snorkeling sembari gerimis ditambah ombak laut yang nggak santai-santai amat.
Ini agak menjijikkan tapi serius; muntah rasa Pop Mie itu nggak enak banget! At least, sampe saat ini saya ilfil makan Pop Mie.
Ada hikmahnya.

***

Orang yang paling dirugikan waktu kamu semau-mau sama badan adalah dirimu sendiri.
Sampai di Gili Meno, yang lain lanjut snorkeling dan saya masih meratapi mulut rasa pop mie sambil mual di atas kapal.

Gili Meno
Gili Meno punya spot snorkeling yang unik! Kalo pernah dengar ada patung di dalam air yang berpasang-pasangan dan ngebentuk lingkaran, yes, kamu bisa temuin itu di Gili Meno.
Bagus banget!
Katanya Ibu. Katanya Ihan. Katanya Bapak. Dan katanya Dyo.

Gili Trawangan
Gili Trawangan ini deket banget sama Gili Meno, cuma seberang-seberangan aja, nggak butuh waktu sampai 10 menit naik boat.
FYI, untuk kamu yang merasa nggak dapet tempat bilas proper di Gili Trawangan, ada kamar mandi yang cukup proper (saya nggak bilang proper, cukup proper, jadi ekspektasinya jangan ketinggian) di pelataran dekat halaman Masjid Agung Baiturrahman dengan tarif mandi Rp 5000,- per orang.

Ada beberapa aktivitas yang bisa dilakuin di Gili Trawangan selain main di pantai. Gili Trawangan punya banyak cafe, mulai dari tempat makan berat, tempat ngemil, tempat ngopi, sampe tempat ice cream. Selain itu, untuk jalan-jalan keliling pulau, bisa banget sewa sepeda atau naik kereta kuda yang disebut Cimodo.
 
 
 

Saya?
Duduk-duduk di pinggir pantai setelah bilas badan dan makan siang.

 
  
Badan langsung segar setelah ketemu nasi.
Masalah berikutnya muncul: mager – ngantuk – bego. Eh, begonya enggak deng.

Nggak sewa sepeda? Nggak, habis gerimis, becek.
Nggak naik cimodo? Nggak, males.
Nggak jalan kaki keliling? Nggak, jijik banyak eek kuda.
Nggak beli ice cream? Nggak, keburu nggak pengen.
Viani, mendingan kamu di rumah aja. 

Puas mager di pinggir pantai, kami kembali ke Teluk Nare.

Spot Foto Pinggir Pantai
Di jalan menuju Senggigi, Kami ketemu lagi sama jalanan berpemandangan kece.
Secekrekan lah ya.

  
Saya suka banget pemandangan di sepanjang jalan senggigi.
Jalanan teduh, banyak resort – jadi kerasa liburan banget, pohon kelapa, pantai yang cuma ngintip sampe pantai vulgar sevulgar-vulgarnya. Uh!

 View dari Villa Hantu; semacam bangunan terbengkalai di pinggir Jl. Raya Senggigi menuju Teluk Nare

 
 Foto dari dalam mobil. Bukan pemadangannya yang ga bagus, saya yang ga bisa ambil gambar

Bukit Malimbu
Berdasarkan itinerary, sore itu harusnya kami mampir untuk sunset-an di Bukit Malimbu. Berhubung  tour Gili kami selesai lebih cepat – jadi masih terlalu siang, ditambah cuaca mendung yang disusul gerimis – lalu hujan, Bukit Malimbu Kami ikhlaskan – walau sebenernya saya sedih pengen nangis.

Mudah-mudahan waktu berkunjungmu ke Lombok tepat supaya bisa mampir sunset-an di Bukit Malimbu. Kalo liat foto-foto sunset di Malimbu kece berat sih.

Sasaku
Life goes on; Kami langsung menuju Sasaku Senggigi setelah gagal ke Malimbu.

Malam sebelumnya, “Sasaku ok,” kata Om Oka.
Sejujurnya saya lebih suka tempat belanja macam Sasaku; serba ada, price tag barang jelas, harganya masuk akal - nggak perlu cari keberuntungan lewat tawar-menawar (oh, saya benci sekali tawar-tawaran), dan adem~
Kalopun ada hal yang bikin saya tertarik ke pasar tradisional adalah suasana dan manusianya.

Selama di Lombok, kami 2 kali mampir di Sasaku, Sasaku Senggigi dan Sasaku Mataram.
Sasaku kira-kira sama dengan Krisna atau Joger di Bali, Batik Trusmi di Cirebon, juga Dagadu atau Mirota di Jogja. Tempat oleh-oleh serba ada ala supermarket.
Kalo kamu adalah orang nggak tega nawar (sehingga lebih sering jadi korban) kayak saya, tempat macam ini udah paling cocok.

Sisa sore itu kami pakai untuk lanjut jalan ke toko tenun, sesuai arahan Guide, Sukarare, dan makan sejodo Ayam Taliwang – Plecing Kangkung di restoran, sesuai arahan Guide, dalam perjalanan menuju Kuta Lombok.

Ibu Tenun

   
 Makan!

  
 Plecing Kangkung
 
  
Ayam Taliwang (tinggal separo; kalo udah laper ga mikirin foto)

Kuta, Lombok
20.30 WITA

“Lokasi hotelnya enak nih, banyak tempat ngopi. Ngopi yok!”
Sesaat setelah masuk kamar: bobo.

Day 2, Dec 26th 2017
Sunrise (dalam kenangan)

Pagi-pagi udah snewen setengah mati karena kira-kira jam 6 pagi, driver, sekaligus guide, kami baru dateng.
Luka yang sudah ya sudah, ngeri baper kalo diungkit.
Hari itu kami berangkat ‘sunrise’ sekitar jam 6 pagi.
Di Indonesia Tengah. Berangkat sunrise. Jam 6 pagi.

Bukit Pantai Seger, Kuta Lombok
Supaya bagusnya maksimal, jangan malas naik ke atas satu bukit kecil di Pantai Seger. 

 

Pemandangan dari atas bukit di Pantai Seger pagi itu kira-kira begini:
Laut hijau – hijau kebiruan – biru dan biru pekat yang sangat luas, air bening dengan karang hijau kebiruan di dasarnya, bukit-bukit yang membingkai pantai, kumpulan surfer sibuk cari ombak di tengah laut, dan matahari tinggi yang ngumpet di sisi kiri.

  
Pagi itu, setelah main di Pantai Seger, Kami kembali ke hotel untuk sarapan dan siap-siap jalan lagi.

Mandalika
Saya seneng banget bisa sampai di Mandalika. Secara, Mandalika baru aja dipopulerin sama Presiden Jokowi lewat vlognya beberapa waktu lalu. Kawasan Mandalika diresmikan sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan fokus pariwisata. Mandalika di vlog Jokowi udah jelas lebih keliatan bagus karena diambil secara aerial view; Mandalika bagus, tapi bagusan di vlognya Jokowi, hehehe.

Awal saya tertarik sama Mandalika, selain karena view di vlognya Jokowi, adalah karena namanya, ‘Mandalika’. Namanya gimanaaa gitu. Cantik tapi gimanaaa gitu~
*2 kalimat tanpa faedah*

Ada banyak banget tempat surga yang masuk dalam Kawasan Mandalika: Pantai Kuta Mandalika, Pantai Seger, Pantai Tanjung Aan, Bukit Merese, dan masih banyak lagi. Satu-satunya hal ganggu yang saya rasain adalah banyaknya Ibu-Ibu, Mas – Mbak, Adek-Adek yang ngintilin kita buat nawarin barang dagangan atau nawarin jasa foto, “saya fotoin, Mbak, nanti bisa nunjuk bukit.”
Tips: kalo nggak minat beli, nggak minat difotoin, cuek aja. Bukan sombong atau jahat, sekali ketauan lirik-lirik bakal makin diikutin.
Doa saya, semoga masyarakat lokal bisa lebih teratur, cepat maju dalam berpikir, juga bijaksana, seiring dengan agresifnya perkembangan kawasan pariwisata disana. Karena seriusan, diikutin mulu itu ganggu, belom turun tapi mobil udah dikerumunin orang nawarin macem-macem itu bikin males.
Nevertheless, Mandalika emang surga.

 
 Pantai Kuta yang pasirnya bentuk merica

Bukit Merese
Datanglah ke Bukit Merese untuk sunrise dan atau sunset. Pecah!
Bukit Merese; nggak pake sunrise atau sunset aja gileeee, udah nggak ngerti lagi bakal gimana kalo kesampean dapet sunrise atau sunset disana. Ngebayanginnya aja nggak sanggup; iya, lebay.

Trekking untuk naik Bukit Merese nggak sulit. Hanya butuh waktu 10 menit atau kurang dari 10 menit dengan tanjakan normal. Justru, ada yang perlu lebih dikuatirkan dan diperhatikan: banyak eek sapi.

 
 
 
Sekali lagi ya, bukan pemandangannya yang ga bagus, yang ambil foto ga jago

Bukit Merese sama Pulau Padar bagusan mana?
Nah, ini sulit.
2-2nya ganas!

Yang bikin Padar nggak ada tandingan adalah potongan 3 pantai yang keliatan super super super keren dari atas. Tapi, Merese punya hamparan bukit yang luas banget, yang dibawahnya juga di kelilingi pantai.
Udah. Nggak. Ngerti. Lagi.
Saya poligami-in aja Padar sama Merese.
 

Mau nggak mau, Merese harus cukup. Karena kalo diturutin, aku nggak mau pulang!

Pantai Tanjung Aan
Pantai Tanjung Aan persis berada di bawah Bukit Merese. Pantai dimana saya seharusnya duduk bengong sambil nunggu sunrise pagi tadi~

Pantai Tanjung Aan berpasir putih dan berkarang hijau. Awalnya, kami pengen sewa glass bottom boat supaya bisa liat karang yang ijo-birunya cantik-cantik banget sekaligus nyebrang ke Pantai Batu Payung. Sayang banget, cie sayang, disana ngga ada boat semacam itu. Jadi, siang itu Tanjung Aan kami skip, kami laper, kami lebih pengen makan siang. Pantai Tanjung Aan hanya selewat kami nikmati dari dalam mobil.

Desa Sasak
Next stop setelah makan siang adalah Desa Sasak Sade.
Di perjalanan menuju Sade, Ihan tiba-tiba bilang, “Mbak, kok Sade-nya dilewatin?”
Saya yang lagi leyeh-leyeh jadi bangun, “Lho?”
Setelah ditanya, jawaban guide kami adalah, “Nanti, di depan yang lebih asli.”
Setelah dapat jawaban itu, saya dan Ihan balik selow lagi; berarti Sasak Sade nggak hanya bermukim di satu tempat.

Mobil berhenti dan suasana berubah kaget, “Lho? Kok Desa Sasak Ende? Kok Bukan Sade??” yang dilanjutkan dengan kemunculan guide lokal Sasak Ende di depan Kami.

Pengen ngomong kasar tapi kan dosa. Pengen tetep senyum tapi you feel me kan.
Duh baper.
Soalnya ya gitu, udah punya ekspektasi, udah percaya, walopun pernah dikecewain, tapi masih tetep percaya, eh dapet "bonus" ga disangka-sangka.

Sepanjang tour, kami, saya sih, berusaha banget buat ga keliatan marah, tapi ga bisa, buat ga keliatan bete, tapi ga bisa juga, buat tetep menikmati perjalanannya, tapi beneran ga bisa. Rusak.

Sasak Ende adalah desa tradisional yang sampai ini masih mempertahankan budayanya. Rumah di Desa ini dibuat dengan atap jerami, pondasi tanah liat, dan kotoran sapi sebagai perekat pondasinya; kotoran sapi dipakai sebagai pengganti semen.
Rumah bagian dalam di Sasak Ende hanya ditempati oleh wanita dan anak-anak. Anak laki-laki setelah mulai remaja nggak boleh lagi tinggal di dalam rumah dan harus tidur sama Bapak dan laki-laki lainnya di luar rumah. Bagian dalam rumah hanya dipakai untuk kegiatan ibu & anak, makan, dan hubungan intim.

Lagi se-bete apapun, kalo difoto ya senyum
  
Ada tradisi gemes yang dilakuin sama mas-mas Sasak Ende yang mau menikah: nyulik ceweknya. Jadi, kalo mau nikah, masnya harus culik mbaknya dulu sampai ketahuan sama orang tua si Mbak.
Duh.

Kegiatan utama laki-laki di Ende adalah bertani dan berkebun, sedangkan wanitanya menenun.

Dek Yayuk, kelas 3 SD, sudah bisa bikin tenunan

Sasak Ende; kira-kira begitu. Pas dijelasin dalam kondisi setengah nyimak – setengah ngamuk, jadi CMIIW.

***

Sisa sore sebelum di drop di bandara kami pakai untuk belanja oleh-oleh di Sasaku Mataram. Waktu tempuh Sasaku Mataram ke Bandar Udara Lombok kira-kira setengah jam. Jadi, kalau masih punya waktu agak banyak, coba ajak drivernya untuk mampir dulu ke Sasaku Mataram, daripada diem kelamaan di bandara kan.

Budget
Lombok dalam 2 hari 2 malam; total biaya pesawat - hotel - biaya tour - makan - uang tip: Rp 2,970,000 per orang. 
Gimana?

2 hari main di Lombok cukup banget!
Jadi, kapan?

***

Another travel thoughts:
1. Kalo kamu terbiasa jalan secara mandiri, kamu akan jadi lebih sensitive dan perasa saat jalan pakai jasa tour agent. Mungkin; seenggaknya saya begitu.
Confirmed itinerary bukan jaminan kepuasanmu; karena kamu sudah menyerahkan sebagian besar kuasa kepada tour agent untuk atur hidupmu dalam perjalanan; pihak-pihak yang juga punya kepentingan soal komisi, uang bensin, uang makan, dan segala sesuatunya menyangkut hidupmu selama perjalanan.
2. Jangan segan protes, complain, pokoknya jangan nggak enak-an kalo ada sesuatu yang kamu rasa nggak beres, atau bahkan saat masih kurang beres, saat ada yang nggak pas, untuk segala sesuatu yang kamu pikir seharusnya bisa begini – bisa begitu, even saat kamu mulai ragu. Saya seringkali blunder karena nggak enak-an dan terlalu baik. Yes, kamu nggak salah baca, terlalu baik. Kamu punya hak dan mereka punya kewajiban. So what?
Ada beberapa hal yang bikin saya sedih dari Trip Lombok lalu. Semuanya sudah saya sampein sebagai complain sekaligus feedback buat tour agent penyelenggara. Juga sudah clear, ditanggapi dengan baik, both sama tour agent dan driver sekaligus guide kami waktu itu. But still, you can forgive but not forget ya.
Emang seserius itu Vi lukanya? Karena buat saya, waktu libur itu langka, waktu ngumpul itu langka banget, ditambah saya yang at least selalu freak tiap kali jalan, mulai dari itinerary, ngitung waktu, ngitung ongkos, dan berbagai hal pertimbangan; jadi jawabannya ‘Ya’.
3. What people don’t care nowadays is ‘heart’; care only about business, money and have no concept about moral responsibility. That’s why, saya begitu mencintai, mengagumi, pokoknya me-segalanya, sama orang-orang yang bawa hati dalam pekerjaannya, dalam segala upayanya. Rasanya beda beneran beda. It’s ok if you are not doing it by heart, but disservice others is sucks.

Trip beberapa bulan di akhir tahun 2017 terasa banyak ujiannya.
Saya banyak kecewa tapi sama sekali nggak menyesal.
Mungkin memang waktunya untuk belajar :')

Gih, packing!!

No comments:

Post a Comment

Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)

My Blog List